Sabtu, 24 Maret 2012

Mengapa Doa Tidak Makbul

Agama Islam menyuruh penganutnya supaya selalu bermohon kepada Allah swt. Setiap doa yang terbit dari hati yang tulus ikhlas akan diperkenankan oleh Allah Yang Maha Pemurah.

Allah berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 186: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

Banyak manusia mengeluh bahwa doanya masih belum diperkenankan Tuhan. Setiap pagi dan malam dia menadahkan tangan bermohon kepada Allah tetapi apa yang dimintanya tidak kunjung tiba.

Timbul pertanyaan di dalam hatinya : Kenapakah permohonannya masih belum dikabulkan? Jarang orang yang berusaha untuk melakukan penelitian apakah sebab-sebabnya.

Pada hakikatnya sebab-sebabnya itu terletak pada diri si pemohon. Karena salah satu syarat yang penting untuk terkabulnya doa adalah bahwa doa itu disertai dengan hati yang khusyuk, bukan berdoa hanya di mulut sahaja. Tidak ada artinya mulut yang komat kamit hingga kering tetapi hati memikirkan hal lain, jiwa tidak khusyuk dalam memohon.

Dalam salah satu hadis dijelaskan bagaimana sifat dan bentuk doa yang diperkenankan Allah.
Sabda Rasulullah saw: Apabila kamu meminta kepada Allah bermohonlah dalam keadaan kamu yakin sepenuhnya akan dikabulkan Tuhan. Allah tidak memperkenankan doa seorang hamba yang hatinya lalai.

Dari hadis tersebut, ditegaskan oleh Rasulullah saw supaya setiap orang yang berdoa harus yakin bahwa doanya akan dikabulkan bsik cepat atau lambat. Yakin itu akan timbul apabila seluruh jiwa dan raga dipusatkan mengadap Ilahi.

Salah seorang ulama sufi yang terkemuka yaitu Ibrahim Bin Adham yang hidup pada abad kelapan, pernah memberikan uraian tentang sebab-sebab doa seseorang tidak dikabulkan. Tatkala berkunjung ke Basrah, beliau menerima pertanyaan dari sebahagian penduduk : Kenapakah nasib kami masih belum berubah, pada hal kami selalu berdoa, sedangkan Allah menjanjikan dalam al-Quran akan memperkenankan doa setiap orang yang bermohon? Ibrahim Bin Adham memberikan jawapan bahwa sebab-sebabnya ada 10 macam, yaitu:

Yang pertama : Kamu tidak menunaikan hak-hak Allah. Kamu kenal Allah tetapi tidak memenuhi hak-haknya. Hak Allah swt yang paling utama ialah untuk disembah. Setiap orang wajib mensyukuri nikmat yang dilimpahkan Allah kepadanya dengan jalan menyembahnya dengan sebenar-benar ibadah.Bagaimana Allah akan memperkenankan doa seseorang hamba kalau Allah memerintahkan ke kanan tapi malah jalan ke kiri.

Kedua : Kamu tidak mengamalkan isi al-Quran. Kamu senantiasa membaca al-Quran tapi tidak kamu amalkan isinya. Kitab Suci al-Quran senantiasa dibaca, dilagukan dengan bermacam-macam lagu tetapi isinya tidak dipelajari dan dihayati. Kalau pun ada satu dua ayat yang dapat difahami tapi tidak diamalkan bahkan kadang-kadang sengaja dilanggar.

Ketiga : Kamu tidak mengamalkan sunnah Rasulullah saw. Kamu selalu berkata cinta kepada Rasulullah saw tapi kamu tinggalkan sunnahnya. Rasulullah saw menunjukkan jalan yang lurus tapi tidak sedikit manusia yang memilih jalan yang bengkok. Kadang-kadang ada juga yang katanya mengikuti Sunnah Rasul tapi apa yang dikerjakannya itu bertentangan dengan apa yang dilakukan atau digariskan oleh Rasulullah saw, masih mengikuti perkara-perkara khurafat yang bukan dari al-Quran atau as-Sunnah yang sahih.

Keempat : Kamu patuh kepada syaitan. Kamu sentiasa menyatakan bermusuhan dengan syaitan tapi kamu patuhi dia. Syaitan itu adalah musuh manusia yang selalu berusaha menjatuhkan anak Adam ke lembah kehinaan dengan jalan mempengaruhi nafsu manusia. Dalam pergaulan hidup sehari-hari kebanyakan manusia berlutut kepada syaitan dengan memperturutkan hawa nafsu yang buruk. Seharusnya manusialah yang menguasai nafsunya dan dengan sikapnya itu dia akan mengalahkan godaan syaitan.

Kelima : Kamu menerjunkan diri ke jurang kebinasaan. Kamu selalu berdoa supaya dijauhkan dari api neraka tapi kamu lemparkan dirimu sendiri ke dalamnya. Yaitu kebanyakkan manusia ingin memasuki pintu kebahgiaan tapi sebaliknya dia sendiri seolah-olah mengunci pintu itu. Dia tidak mau mengerjakan kebajikan bahkan selalu bergelimang dengan perbuatan dosa dan maksiat.

Keenam : Ingin masuk Syurga tapi tidak beramal. Yaitu kamu berdoa untuk masuk Syurga tapi kamu sendiri tidak beramal untuknya.

Ketujuh : Sadar akan mati tapi tidak bersiap-siap untuk menghadapinya. Kamu mengatakan bahwa kematian itu pasti datang tapi tidak mempersiapkan diri menghadapinya. Kamu mengakui dan insaf bahwa hidup di dunia ini hanya sementara sahaja sedangkan hidup yang abadi ialah di akhirat kelak, namun demikian kamu tidak mengerjakan amal saleh yang akan menjadi anak kunci membuka pintu kehidupan yang abadi itu.

Kelapan : Kamu melihat cacat orang lain, cacat sendiri tidak terlihat. Kamu sibuk memikirkan dan mengurus aib saudara-sudaramu, tapi kamu tidak melihat aib kamu sendiri . Orang yang demikian selalu menuding jari kepada orang lain tapi amat jarang menghadapkan telunjuknya ke dadanya sendiri.

Kesembilan : Kamu mengecap nikmat tetapi tidak bersyukur. Kamu makan nikmat Ilahi tapi kamu tidak bersyukur. Sejak kecil manusia menikmati nikmat Ilahi dan beratus-ratus karunia yang lainnya tapi tidak berterima kasih, malah kadang-kadang membangkang menunjukkan sikap sombong dan congkak.

Kesepuluh : Kamu menguburkan jenazah tapi tidak mengambil pelajaran dari kematian itu. Kamu turut menguburkan orang yang mati tapi kamu sendiri tidak mengambil iktibar dari peristiwa itu. Yaitu kalau ada orang yang meninggal dunia kamu selalu tidak ketinggalan turut menghantar jenazah itu sampai ke kubur, tapi jarang kamu mengambil pelajaran dari kejadian itu, bahwa ketika  kita turut menghantar orang ke kubur, mungkin esok lusa kita sendiri akan dihantar orang.

Demikianlah sepuluh sebab doa seseorang tidak diperkenankan Allah menurut butir-butir hikmah Ibrahim bin Adham. Ini seharusnya mengetuk pintu hati setiap mukmin untuk membuat penilaian dan mengenal diri sendiri. Moga-moga Allah menjadikan kita orang-orang mukmin yang melaksanakan kewajiban-kewajiban kita dengan ikhlas dan yakin.

Sumber: http://cahayamukmin .blogspot. com/

Waktu Mustajab untuk Berdoa




Rasulullah Saw. telah memberitahukan kepada kita perihal waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa, sebagai berikut:

a. Pada Waktu Sepertiga Malam yang Terakhir


Ketika orang lain terlelap dalam tidur di sepertiga malam yang terakhir, maka beruntunglah orang yang bangun dari tidurnya dan berdoa kepada Allah Swt. Sungguh, waktu sepertiga malam yang terakhir adalah waktu yang mustajab untuk berdoa. Apalagi, sebelum berdoa kepada-Nya didahului dengan shalat tahajjud dan berdzikir kepada-Nya.

Rasulullah Saw. telah bersabda: “Apabila tersisa sepertiga dari malam hari Allah ‘Azza wa Jalla turun ke langit bumi dan berfirman, ‘Adakah orang yang berdoa kepada-Ku akan Kukabulkan? Adakah orang yang beristighfar kepada-Ku akan Kuampuni dosa-dosanya? Adakah orang yang mohon rezeki kepada-Ku akan Kuberinya rezeki? Adakah orang yang mohon dibebaskan dari kesulitan yang dialaminya akan Kuatasi kesulitan-kesulitannya?’ Yang demikian (berlaku) sampai tiba waktu fajar (subuh).” (HR Ahmad)

b. Ketika Bersujud kepada Allah Swt.

Ketika bersujud adalah waktu yang paling dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya. Oleh karena itu, pada saat yang istimewa seperti ini sangat perlu untuk menyampaikan doa kepada-Nya.

Rasulullah Saw. bersabda: “Saat yang paling dekat seorang hamba kepada Tuhannya ialah ketika bersujud, maka perbanyaklah berdoa.” (HR Muslim)

c. Antara Adzan dan Iqamah

Setelah muadzin menyerukan adzan untuk shalat fardhu, hendaknya kita memanfaatkan waktu ini untuk berdoa kepada Allah Swt. Sungguh, sebelum iqamah diserukan untuk segera mengerjakan shalat, ini adalah waktu yang mustajab.

Rasulullah Saw. bersabda: “Doa yang diucapkan antara adzan dan iqamat tidak ditolak (oleh Allah).” (HR Ahmad)

d. Setelah Shalat Fardhu

Setelah mengerjakan shalat fardhu, hendaknya seseorang tidak meninggalkan kesempatan yang baik ini untuk berdoa. Sesungguhnya pada saat ini adalah saat yang mustajab untuk berdoa.

Abu Umamah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. ditanya tentang doa yang paling didengar oleh Allah Swt. Beliau menjawab:“Di pertengahan malam yang akhir dan setiap selesai shalat fardhu.” (HR Tirmidzi)

e. Ketika Berbuka Bagi Orang yang Berpuasa

Pada saat berbuka puasa, hendaknya kita menyempatkan diri untuk berdoa kepada Allah Swt. Ternyata, pada saat berbuka juga merupakan waktu yang mustajab bagi doa yang kita sampaikan kepada-Nya.

Mengenai hal ini, dapat kita ketahui dari sebuah hadits, yakni dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash r.a., bahwa dia mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa pada saat berbuka ada doa yang tidak ditolak.” (HR Ibnu Majah dan Hakim)

f. Ketika Hati Sedang Lembut


Pada saat iman sedang meningkat, biasanya hati menjadi terasa lembut, serasa dekat dengan Allah Swt., dan penuh kasih sayang kepada sesama. Pada saat seperti ini, hendaknya jangan lupa untuk berdoa kepada Allah Swt. agar lebih mudah dikabulkan.

Rasulullah Saw. bersabda: “Ambillah kesempatan berdoa ketika hati sedang lemah lembut karena itu adalah rahmat.” (HR Dailami)

g. Ketika Sedang dalam Perjalanan


Ketika kita sedang dalam perjalanan—sudah barang tentu bukan dalam rangka bermaksiat—jangan sampai lupa untuk menggunakan kesempatan ini untuk berdoa kepada Allah Swt. Inilah salah satu waktu yang mustajab untuk berdoa.

Rasulullah Saw. bersabda: “Tiga macam doa dikabulkan tanpa diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizhalimi, doa kedua orang tua, dan doa seorang musafir (yang berpergian untuk maksud dan tujuan baik).” (HR Ahmad dan Abu Daud)

h. Sesaat Pada Hari Jum’at


Hari Jum’at adalah hari yang mulia bagi orang Islam. Pada hari ini ada waktu sesaat saja, kita tidak mengetahui apakah siang atau malam, pagi atau sore, maka hendaknya kita memperbanyak untuk berdoa kepada Allah Swt. pada waktu-waktu menjalani hari Jum’at. Semoga di antara doa yang kita panjatkan itu ada satu doa yang bertepatan dengan waktu yang mustajab.

Abu Hurairah r.a. menceritakan bahwa Abul Qasim (Nabi) Saw. bersabda:

“Sesungguhnya pada hari Jum’at ada satu saat yang tidak bertepatan seorang hamba Muslim shalat dan memohon sesuatu kebaikan kepada Allah melainkan akan diberikan padanya.” Beliau berisyarat dengan tangannya akan sedikitnya waktu tersebut. (HR Bukhari dan Muslim)

i. Ketika Sedang Turun Hujan


Ketika sedang turun hujan, lebih-lebih ketika kita sedang kehujanan, hendaknya segera memanjatkan doa kepada Allah Swt. Sungguh, inilah waktu yang mustajab untuk berdoa.

Rasulullah Saw. telah bersabda: “Dua doa yang tidak pernah ditolak, doa ketika waktu adzan dan doa ketika waktu hujan.” (HR Hakim)

Berkaitan dengan hadits tersebut, Imam Nawawi menyampaikan bahwa penyebab doa pada waktu hujan tidak ditolak atau jarang ditolak ialah karena pada saat itu sedang turun rahmat; khususnya curahan hujan pertama di awal musim.

j. Ketika Mendengar Ayam Berkokok


Pada saat kita mendengar ada ayam berkokok, segera kita memanjatkan doa kepada Allah Swt. Menurut junjungan kita Nabi Muhammad Saw., pada saat seperti ini ayam yang sedang berkokok tersebut sedang melihat malaikat.

Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila kamu mendengar ayam berkokok, maka mohonlah anugerah-Nya karena ayam itu melihat malaikat.” (HR Bukhari dan Muslim)

“Jika kamu sekalian mendengar suara kokok ayam jantan, maka mohonlah karunia Allah karena sesungguhnya binatang tersebut telah melihat malaikat dan jika kamu sekalian mendengar suara ringkikan keledai, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari godaan setan, karena binatang tersebut telah melihat setan.” (HR Muslim)

k. Ketika Sedang Berpuasa


Pada saat kita sedang berpuasa, baik itu puasa wajib di bulan Ramadhan maupun sedang mengerjakan puasa sunnah, hendaknya kita memperbanyak doa kepada Allah Swt. Keadaan seperti ini adalah saat yang mustajab bagi sebuah doa yang disampaikan kepada-Nya.

Rasulullah Saw. bersabda:“Tiga bentuk doa yang dimustajabkan Allah, doa ibu bapak terhadap anak, doa orang yang berpuasa, dan doa orang yang sedang dalam perjalanan.” (HR Baihaqi)

l. Pada Malam Lailatul Qadar


Malam Lailatul Qadar adalah sebuah malam yang berada dalam bulan Ramadhan. Malam ini penuh dengan kemuliaan. Bahkan, satu malam itu lebih baik dari seribu bulan. Oleh karena itu, marilah kita isi malam-malam kita di bulan Ramadhan agar bertemu dengan malam Lailatul Qadar. Sungguh, pada malam ini kita sangat perlu untuk memohon rahmat-Nya.

Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS Al-Qadr [97]: 1-5)

Semoga dengan demikian kita dapat memanfaatkan waktu-waktu mustajab tersebut untuk berdoa dan harapan atau hajat kita dapat dikabulkan oleh Allah Swt.

Minggu, 20 Februari 2011

Akherat Hidup Sebenarnya

Ajaran Islam merupakan ajaran yang lengkap dan sempurna. Tidak semata urusan dunia yang menjadi perhatian ajaran Islam, melainkan kehidupan setelah kematian pun mendapat perhatian dan penjelasan lengkap. Betapa tidak, ajaran Islam datang dan bersumber dari Allah Swt. Yang Mahatahu perkara nyata maupun ghaib.

Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS 59: 22)

Di dalam memandang kehidupan, seorang Muslim takkan pernah menjadikan dunia semata sebagai pertimbangan satu-satunya dalam mengambil keputusan dan melangkah. Ia selalu menjadikan faktor akhirat dan kehidupan setelah dunia fana ini sebagai pertimbangan yang bahkan lebih utama. Hal ini pula yang menjadikan jiwanya senantiasa merasa tentram dan dadanya lapang.

Seorang mukmin yang selalu mengingat kehidupan abadi akhirat akan menjadi manusia yang berwawasan sangat luas dan tidak pernah bersempit dada dalam mengarungi kehidupan dunia yang fana ini. Jika ia meraih keberhasilan dalam hidupnya ia tak pernah menjadi sombong apalagi lupa diri. Ia menjadi manusia yang kian bersyukur dan mendekatkan diri kepada sumber keberhasilan tersebut, yakni Allah Swt. Dan kenikmatan apa pun yang ia terima di dunia tak akan menjadikannya tenggelam dalam euphoria sebab ia tahu bahwa masih ada kenikmatan yang bakal jauh lebih dahsyat dan lebih pantas ia terobsesi untuk mengejarnya, yakni jannah (surga) di akhirat nanti.

Bila ia memperoleh kegagalan atau ditimpa musibah, ia tak pernah menjadi sedih berlebihan apalagi sampai berputus asa. Ia segera bersabar dan memohon kesabaran tersebut kepada sumbernya, yakni Allah Swt. Dan derita apa pun yang dialaminya di dunia takkan pernah membuatnya frustrasi sebab ia tahu bahwa masih ada derita yang jauh lebih dahsyat dan hakiki yang sepatutnya ia sungguh-sungguh hindari, yakni naar (api neraka) di akhirat kelak. Seorang Muslim sadar sepenuhnya akan misi hidupnya sebagaimana dikatakan oleh sahabat Rib'iy bin Amer r.a. tatkala berhadapan dengan Panglima Rustum dari Persia yang menanyakan apa misi umat Islam:

"Kami diutus Allah untuk mengeluarkan manusia dari sempitnya dunia kepada lapangnya dunia dan akhirat."

Maka, dalam konteks dakwah, pengetahuan dan keyakinan seorang Muslim akan kehidupan sesudah kematian menjadi motivatornya dalam berdakwah. Nasib seorang mukmin di dalam kubur penuh dengan kebahagiaan. Sedangkan nasib seorang kafir penuh siksaan di dalam kuburnya.

dikutip dari buku : Risalah Menuju Jannah karya Ustadz Ihsan Tandjung dengan pengurangan seperlunya (tulisan beliau panjang lebar, jadi terpaksa dipotong)

Sabar Menghadapi Cobaan

Ketahuilah, semua yang terjadi di alam ini telah ada ketetapannya. Allah telah menetapkan takdir seluruh makhluk, semenjak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Allah telah menetapkan takdir seluruh makhluk lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. (HR. Muslim)

Dalam kaitan ini, maka wajib bagi seluruh manusia untuk beriman kepada takdir Allah, yang baik maupun yang buruk. Allahlah yang telah membagi rezeki, menciptakan kehidupan dan kematian untuk menguji hamba-Nya, menentukan apakah seorang hamba tersebut termasuk yang bahagia atau sengsara ketika di dunia. Allah juga telah menetapkan ajal seseorang, dan memastikan pula tempat tinggalnya di akhirat kelak, surga ataukah neraka. Semua yang terjadi adalah berdasarkan iradah-Nya, kehendak Allah.

Kemudian, sebagaimana yang kita rasakan, manusia hidup di dunia ini, tak pernah lepas dari kesusahan, kesengsaraan dan kesedihan. Ini semua merupakan ujian yang selalu datang silih berganti. Alloh subhanahu wa ta'ala berfirman:

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. 2: 155).

Hikmah yang bisa diambil dengan adanya berbagai cobaan ini, ialah untuk membedakan antara orang yang benar dan orang yang dusta dalam pengakuannya terhadap keimanan kepada Allah. Allah berfirman:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia menge-tahui orang-orang yang dusta.” (QS. 29:2-3).

Dengan adanya cobaan, maka seseorang akan mengetahui tentang dirinya dan hakikat keimanannya. Seseorang tidak bisa mengaku telah benar-benar beriman kepada Allah, sebelum datang ujian kepada dirinya dan ia mampu untuk bertahan dengan kesabaran.

Ibnul Jauzi berkata, “Barangsiapa yang menginginkan selalu mendapatkan kekekalan dan kesejahteraan tanpa merasakan cobaan, maka dia belum memahami hakikat hidup dan penghambaan diri kepada Allah.”

Begitu pula dengan seorang mukmin. Dia pun mendapatkan ujian, dan tidak lain kecuali sebagai tarbiyah, bukan sebagai siksa. Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan ujian, baik dalam keadaan suka maupun duka.

“Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (QS. 7: 168).

Sesuatu yang kita benci terkadang membawa kebaikan, dan sesuatu yang kita sukai terkadang berujung dengan kesengsaraan. Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingatkan kita dalam firman-Nya.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;” (QS. Al Baqarah/2: 216)

Sumber : Taushiyah online dengan editing